qomolungma

now and forever

Friday, April 28, 2006

Hari saat aku terlalu SIBUK

"Ibu, lihat!" seru Darla, anakku, menunjuk burung elang yang terbang tinggi di langit.
"Oh ya," gumamku, sambil mengemudi, tenggelam dalam pikiranku tentang jadwal ketat hari itu.
Kekecewaan mengisi wajahnya.
"Ada apa, manis?" tanyaku, dengan dungu.
"Tak apa-apa," kata anakku yang berusia tujuh tahun.
Saat itu sudah berlalu. Didekat rumah, kami melambat untuk mencari rusa albino yang suka keluar pada awal sore dari balik pepohonan tebal. Rusa itu tak terlihat dimanapun.
"Malam ini dia sedang sibuk," kataku.
Kami mandi, makan, menggunakan telepon, mengisi waktu hingga saatnya tidur.
"Ayo, Darla, waktunya tidur!" Ia berlari menyusulku naik ke atas. Dengan lelah, aku mencium pipinya, mengucapkan doa, lalu menyelimutinya.
"Bu, aku lupa mau memberi Ibu sesuatu!" katanya. Kesabaranku habis.
"Besok pagi saja," kataku, tapi ia menggelengkan kepalanya.
"Ibu tak akan punya waktu besok pagi!" bantahnya.
"Ibu pasti akan menyisihkan waktu," kataku membela diri. Kadang-kadang betapa pun aku berusaha, waktu mengalir diantara jemariku seperti pasir dalam jam pasir, tak pernah cukup. Tak pernah cukup untuknya, untuk suamiku, dan jelas tak cukup untukku.
Ia belum mau menyerah. Ia mengerutkan hidung kecilnya yang berbintik dengan marah dan mengibaskan rambutnya yang berwarna coklat kacang.
"Pasti tak akan! Pasti akan seperti hari ini seperti waktu kuminta Ibu melihat burung. Ibu bahkan tak mendengar apa yang kubilang."
Aku terlalu lelah untuk bertengkar; perkataannya menyerang begitu telak.
"Selamat malam!" Aku menutup pintunya dengan bunyi keras.
Namun, setelah itu, mata kelabu-birunya mengisi bayanganku saat aku memikirkan betapa sedikitnya waktu yang sebenarnya kami miliki hingga ia nanti dewasa dan pergi dari rumah.
Suamiku bertanya,"Mengapa murung?
Aku menceritakannya.
"Mungkin ia belum tidur. Coba kau lihat," katanya dengan otoritas seorang orangtua yang benar. Aku mengikuti nasehatnya, ingin rasanya itu gagasanku sendiri.
Aku membuka pintunya sedikit, dan cahaya dari jendela menyinari tubuhnya yang sudah tidur. Perlahan aku membuka kepalan tangannya untuk melihat apa yang menyebabkan perselisihan kami.
Air mataku mengembang. Ia merobek-robek sebuah hati merah yang besar yang bertulisan puisi yang dikarangnya, berjudul, "Mengapa Aku Mencintai Ibuku!"
Dengan hati-hati aku mengambil robekannya. Setelah hati itu disusun kembali, aku membaca apa yang dikarangnya.
Mengapa Aku Mencintai Ibuku

Meskipun kau sibuk dan bekerja keras
Kau selalu menyisihkan waktu bermain
Aku mencintai Ibu karena
Akulah bagian terbesar dari harimu yang sibuk!

Perkataan itu bagai sebuah anak panah yang tepat menusuk jantung. Pada usia tujuh tahun, ia memiliki kebijakan Nabi Sulaiman.
Sepuluh menit kemudian aku membawa sebuah baki ke kamarnya, berisi dua cangkir cokelat panas dengan marshmallow dan dua roti pindakas dan selai. Saat aku dengan lembut menyentuh pipinya yang mulus, aku dapat merasa hatiku dipenuhi rasa sayang.
Bulu matanya yang hitam dan tebal merabah bagai kipas pada kelopaknya saat bulu mata itu bergetar, terbangun dari tidur tanpa mimpi, dan ia memandang baki itu.
"Ini buat apa?" tanyanya, bingung oleh gangguan malam itu.
"Ini untukmu, karena kamu adalah bagian terpenting dari hari Ibu yang sibuk!" Ia tersenyum dan meminum setengah cangkir coklatnya dengan mengantuk. Lalu ia tertidur kembali, tak benar-benar mengerti betapa kuat aku memaksudkan apa yang baru saja kukatakan.

oleh: Cindy Ladage


Kalo gue baca cerita diatas...gue jadi inget sama anak gue yang paling manis....NAJMA...
pernah satu kali gue pulang telat...pas didepan pintu anak gue menyambut gue dengan kata-kata yang gue sendiri kaget mendengarnya...
anak gue bilang..."bunda, sana kerja..., sana kerja..."
terus terang perkataannya itu bener-bener seperti anak panah yang tepat menusuk jantung gue...
gue tau bener...kata-kata itu cuma protes dia sama gue karena gue pulang terlambat..dan terlambat lagi...(akhir-akhir ini memang gue sering pulang terlambat), tp bukan karena keinginan gue...memang karena ada kerjaan2 yang harus segera gue selesaikan...
Mungkin sering diantara kepenatan gue...gue mengabaikan dia....
sering gue berfikir...waktu 24 jam udah gak cukup lagi...belum sempat rasanya meregangkan otot...gue harus bangun pagi dan segera berangkat lagi...
Terlalu sedikit waktu yang gue luangkan buat dia...tp diantara waktu gue yang sedikit itu...gue berusaha yang terbaik yang bisa gue berikan...
Gue berusaha bersabar menghadapi keinginannya...membacakan buku disaat menjelang tidur walaupun rasanya mata ini lelah..., menemaninya tidur...meninabobokannya...dan membelainya dengan segenap kasih sayang....
Najma....Bunda sayang kamu....
Apapun yang sekarang bunda kerjakan...semua untuk kamu, untuk kita...
dan "Kaulah bagian terbesar dari hariku yang sibuk!"
i love u .....morethan anything...

with love....
jakarta 9 maret 2006

The WeatherPixie
my wedding anniversary
Daisypath PicDaisypath Ticker